Eksposdemokrasi.id,Luwu Timur-Terkait Instruksi (INMENDAGRI No 01 Tahun 2025) tentang penganekaragaman pangan berbasis potensi sumber daya lokal, menjadi penanda pemerintah pusat banyak memberikan intervensi ke pemerintah daerah. Kita bisa menangkap maksud baik Kebijakan ini bertujuan menghidupkan kembali sektor pertanian yang dianggap lebih inklusif dan berdaya guna dalam mendorong kemandirian pangan, terutama di daerah yang memiliki potensi agraris yang besar.
Jika melihat pada konteks komoditi pertanian dan pertambangan, maka Kab Luwu dan Kabupaten Luwu Timur cukup berpolemik. Di Kabupaten Luwu Timur, ada konflik tanah malia, di sana ada salah satu Lada terbaik yang memiliki potensi sampai ke pasar global, sementara di Kabupaten Luwu, isu mafia tanah, konflik perusahaan dan masyarakat lokal juga terjadi.
Di Kabupaten Luwu Timur, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selalu didominasi oleh sektor pertambangan, meskipun 60-70% penduduknya hidup bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertambangan yang ekstraktif secara nominal memberikan kontribusi besar terhadap aktivitas ekonomi, namun hal ini tidak sejalan dengan masyarakat lokal yang secara mayoritas menggantungkan hidupnya pada pertanian.
Berkenaan dengan penyusunan Visi-Misi yang sementara berjalan, kepala daerah harus melihat konflik agraria sebagai satu tantangan yang harus diperhatikan. Mendorong konsep modern, pemberdayaan petani lokal untuk integrasi program, rangkaian dari hulu ke hilir dan disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerahnya akan sangat berjalan jika kepastian akan kepemilikan atau pengelolaan lahan memiliki Kejelasan.
Kebijakan pemerintah pusat ini berpotensi menciptakan paradoks di tengah masyarakat, satu sisi masyarakat diminta agar diperdayakan dengan menghidupkan pertanian lokal, namun sisi yang lain pemerintah terus mengeluarkan izin pertambangan yang memicu konflik atas penguasaan dan pengelolaan lahan. Aspek konflik agraria dan ketimpangan akses lahan mesti dilihat sebagai salah satu akar persoalan dalam sektor pertanian di daerah dengan dominasi tambang seperti di Luwu Timur dan Luwu. Karena pengelolaan pertanian tanpa kenyamanan dan kepastian hak atas lahan tentu akan menghambat produktivitas.
Dimensi ini penting untuk memperlihatkan bahwa solusi yang diusulkan tidak hanya bergantung pada inovasi lokal, tetapi juga perlu dukungan perubahan struktural dari atas.
Penulis : Ibriansyah Irawan
Ketua DPD KNPI Luwu Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar